Previous Posts
Kisah Sepasang Merpati
Musim semi telah datang menjelang menggantikan musim dingin yang mencekam. Alam mulai terbangun dari lelapnya, matahari menyinari bumi dengan kehangatannya. Kala alam bersenandung penuh riang, bertemulah merpati jantan dan merpati betina. Saling mengenal, saling berbincang, saling memahami seiring dengan waktu yang berjalan. Jadilah mereka sepasang merpati yang bahagia. Mereka bercanda, mereka bernyanyi, mereka berkejaran, betapa indah dunia yang mereka rasakan. Hari – hari seolah berlalu dengan cepat, penuh dengan kebahagiaan. Apakah itu karena hati mereka? Ataukah karena musim semi yang indah?
Tak lama waktupun berlalu, musim semi mulai berganti, digantikan musim panas. Matahari bersinar dengan teriknya, seolah hendak membakar segenap isi bumi. Sepasang merpati tak merasakan teriknya sang mentari, yang mereka rasakan bara cinta di dalam hati mereka. Mereka pun mulai berencana, membangun sebuah sarang yang nyaman untuk mereka. Mereka mulai mengumpulkan segala yang diperlukan untuk membangun sarang mereka. Mereka mulai mengumpulkan bahan – bahan di sekeliling mereka, tak peduli dengan teriknya sang mentari. Mereka saling menyemangati, saling mendukung. Kala yang satu lemah, yang lain memberikan semangat, saling bergantian.
Tak terasa musim panaspun berlalu, datanglah musim gugur. Daun – daun mulai berguguran, udarapun semakin dingin, angin mulai berhembus kencang, seolah ingin menggurkan seluruh isi bumi. Sementara sarang sepasang merpati belum juga selesai, bahan yang ada di sekeliling mereka telah habis, tak ada lagi yang tersisa. Merekapun mulai mencari ke tempat yang lebih jauh, sang jantan ke Barat dan sang betina ke Timur. Semakin lama, jarak yang mereka tempuh semakin jauh. Tak terasa, mereka semakin jarang bertemu, semakin jarang bercanda, semakin jarang berbincang, mereka larut dengan kesibukan mereka masing – masing. Saat sang jantan kembali, sang betina masih dalam perjalanan, saat sang betina tiba, sang jantan telah pergi. Kalaupun bertemu, mereka hanya berbincang sejenak. Mereka tak lagi saling memahami, tak lagi saling mengerti, tak lagi saling menyemangati. Tak ada lagi canda seperi yang lalu. Perlahan – lahan merekapun mulai berubah tanpa mereka sadari. Mereka terlalu sibuk dengan sarang mereka, tak peduli dengan hati mereka. Mereka hanya bisa saling diam tanpa kata – kata, yang mereka tahu hanya sedikit bara cinta yang masih ada di dalam dada.
Sebentar lagi musim dingin akan datang, di mana bumi dingin membeku, seolah tiada kehidupan. Akankah mereka dapat bertahan melawan dinginnya musim dingin?dapatkah mereka menjaga sedikit bara cinta yang ada di dalam mereka agar tak padam? Mungkinkah mereka dapat membarakan bara yang tinggal sedikit itu dan menjadikannya api yang berkobar kembali? Dapatkah mereka melalui musim dingin itu dan menyambut musim semi yang akan datang? Dapatkah?